Jadi Pelatih Inggris, Thomas Tuchel Disambut Kritik dan Transisi yang Tak Gampang
“Nothing is impossible in sport,” kata Thomas Tuchel menyikapi penentuannya sebagai pelatih Timnas Inggris dalam perkenalannya sebagai Pelatih Timnas Inggris sebagaimana terlansir dalam BBC Sport (16 Oktober 2024).
Rupanya, badan sepak bola Inggris (FA) menjatuhkan pilihan akhir pada Thomas Tuchel sebagai pelatih timnas. Tuchel menggantikan Gareth Southgate yang 8 tahun duduk sebagai pelatih dan undur diri setelah gagal di final Piala Eropa 2024.
Selama masa kekosongan, FA memilih pelatih Timnas Inggris U-21, Lee Carsley duduk sebagai pelatih sementara. Namun, Carsley terlihat menyerah untuk duduk di “kursi panas” pelatih Inggris. Apalagi, setelah Inggris ditundukan oleh Yunani (2-1) di stadion Wembley dalam kualifikasi grup kompetesi UEFA League Nations.
Seturut berita yang beredar, Tuchel akan secara resmi melatih timnas Inggris pada 1 Januari 2025 dan dikontrak selama 18 bulan.
Tantangan terbesar pelatih asal Jerman itu adalah membawa Inggris ke Piala Dunia 2026 sekaligus memberikan kesuksesan untuk tim berjuluk Tiga Singa tersebut.
Ya, dalam presentasi awal Tuchel di stadion Wembley, pelatih berusia 51 tahun itu tak ragu untuk mengatakan bahwa targetnya untuk meraih trofi Piala Dunia. Bahkan, dia menyampaikan bahwa dia akan menambahkan satu bintang pada seragam Timnas Inggris sebagai tanda raihan trofi Piala Dunia.
Sudah 60 tahun Inggris puasa gelar di turnamen besar. Penantian yang cukup lama untuk negara yang mempunyai iklim sepak bola yang terbesar dan terkompetetif di dunia.
Padahal, kalau ditimbang, untuk konteks sepak bola Inggris paling terdepan, baik dari sistem turnamen di dalam negeri, maupun talenta yang terus terlahir setiap musim kompetesi.
Akan tetapi, sukses di level domestik dengan turnamen yang kompetetif dan pembinaan yang ketat tak sejalan dengan perjalanan Inggris sebagai sebuah tim nasional.
Oleh sebab itu, Tuchel memiliki tugas yang tak gampang. Selain mengakhiri puasa gelar Inggris, juga Tuchel harus siap mental untuk menghadapi media dan suporter Inggris yang tak segan mencemoh dan mengriktik.
Terang saja, pilihan pada Tuchel tak begitu disambut dengan gegap gempita di tanah Inggris.
Harian asal Inggris Daily Mail edisi 16 Oktober 2024 menulis di halaman depan, “A Dark Day For England”, sebagai tanggapan atas penentuan Tuchel sebagai pelatih timnas.
Reaksi itu bisa saja dilatari pelbagai sebab. Salah satunya adalah karir Tuchel sebagai pelatih yang sebenarnya belum teruji 100 persen bisa memberikan kesuksesan untuk timnas.
Tuchel bukanlah sosok yang baru untuk konteks sepak bola Inggris. Pernah sukses dengan Chelsea saat meraih trofi Liga Champions Eropa, tetapi kemudian dipecat Chelsea pada era kepemilikan Todd Bohley.
Kendati sukses meraih trofi Liga Champions pada 6 bulan di awal penentuannya, Tuchel kemudian gagal mengangkat performa Chelsea yang multi talenta pada level Liga Inggris.
Dari Chelsea, Tuchel direkrut Bayern Muenchen. Dua musim lebih bersama klub asal Bundesliga Jerman itu tak berakhir mulus lantaran Tuchel gagal menahan laju Bayer Leverkusen yang mengkudeta takhta 11 musim Muenchen sebagai juara Liga Jerman.
Setelah dari Muenchen, nama Tuchel tetap masuk dalam bursa pelatih yang dilirik tim-tim papan atas. Termasuk Manchester United yang kabarnya Tuchel sempat bertemu dengan Sir Jim Ratcliffe. Akan tetapi, Tuchel tak mengiakan pinangan Setan Merah, dan kemudian tak ragu untuk melatih Inggris.
Tentu saja, tugas sebagai pelatih timnas merupakan transisi terbesar dalam karir pelatih sepak bola Tuchel. Ada pergeseran iklim dalam karirnya sebagai pelatih, yang mana dari pelatih sebuah klub menjadi pelatih timnas.
Transisi itu akan menjadi tantangan tersendiri. Antara klub dan timnas pastinya mempunyai sistem kerja yang berbeda.
Lebih jauh, di klub para pemain dan staf lebih cenderung berada bersama untuk waktu yang relatif lama sehingga ada pengenalan yang baik antara pelatih, staf, dan para pemain.
Di timnas, Tuchel mempunyai keterbatasan waktu untuk membangun skuad. Skuadnya akan bergabung ketika ada laga jedah internasional atau pun menjelang turnamen-turnamen besar.
Selebihnya, Tuchel akan mengamati dan mengevalusi performa para pemain lewat kiprah mereka di klub.
Memang, keuntungannya bahwa tiap pemain berasal dari latar belakang yang sama, namun latar belakang pemain itu pun sudah dibentuk oleh iklim klub. Iklim klub itu, salah satunya, taktik berbeda di antara pelatih di Inggris, seperti misal Pep Guardiola yang berbeda dengan Arne Slot di Liverpool.
Sama halnya juga para pemain yang bermain di luar negeri yang mana dibentuk oleh klub dan iklim sepak bola negara di mana klub mereka berada seperti Jude Bellingham di Real Madrid dan Harry Kane di Bayern Muenchen.
Tak elak, tiap pemain mempunyai karakter berbeda karena pembentukan permainan yang dibangun di dalam klub.
Di sini, Tuchel mempunyai tugas berat dalam mengidentifikasi para pemain yang semestinya cocok dengan karakter taktiknya, dan bukan semata-mata berdasar pada performa para pemain di level klub.
Kehadiran Tuchel tak serta merta disambut dengan nada positif. Ada komentar miring yang mengiringi penentuannya sebagai pelatih timnas. Sebenarnya itu bisa menjadi tantangan dan energi pemacu bagi Tuchel dalam membuktikan diri.
Salam Bola