Ilustrasi Deflasi

Deflasi 5 Bulan Beruntun di Indonesia, Apa Artinya dan Seberapa Berbahaya?

Dalam lima bulan terakhir, perekonomian Indonesia menghadapi fenomena yang jarang terjadi: deflasi berturut-turut.

Dari Mei hingga September, harga-harga di pasar menunjukkan penurunan, yang biasanya menjadi sinyal adanya masalah dalam ekonomi.

Pada bulan September 2024, deflasi tercatat sebesar 0,12%. Sebelumnya, deflasi pada bulan Mei adalah 0,03%, Juni 0,08%, Juli 0,18%, dan Agustus 0,03%.

Apa arti dari angka-angka ini, dan bagaimana dampaknya bagi kehidupan finansial kita?

Bagi banyak orang, deflasi mungkin terdengar seperti kabar baik karena penurunan harga seolah-olah memberi kesempatan untuk belanja lebih murah.

Namun, ada bahaya besar yang mengintai di balik deflasi, terutama jika terjadi secara berturut-turut. Bahaya tersebut justru bisa lebih merusak daripada inflasi yang selama ini lebih sering kita dengar.

Memahami Inflasi dan Deflasi
Baca juga:Fenomena “Makan Tabungan” Kian Mengkhawatirkan, Daya Beli Menurun Akibat PHK dan Inflasi
Sebelum masuk lebih dalam ke pembahasan bahaya deflasi, penting untuk memahami konsep inflasi dan deflasi terlebih dahulu.

Inflasi adalah kondisi ketika harga-harga secara keseluruhan mengalami kenaikan.

Contohnya, jika Angkaraja bulan lalu harga minyak goreng adalah Rp10.000, lalu bulan ini naik menjadi Rp10.500, maka ada kenaikan harga sebesar 5%. Jika hampir semua barang mengalami kenaikan serupa, maka itulah inflasi.

Di sisi lain, deflasi adalah kebalikannya: harga-harga secara keseluruhan mengalami penurunan. Mungkin pada awalnya terdengar menyenangkan karena kita bisa membeli barang dengan harga yang lebih murah.

Namun, penurunan harga yang berkelanjutan adalah pertanda bahwa ekonomi sedang melemah. Apa yang terlihat menguntungkan bagi konsumen, sebenarnya bisa menjadi bencana bagi produsen dan perekonomian secara keseluruhan.

Bahaya Inflasi dan Deflasi
Bahaya dari inflasi dan deflasi sama-sama nyata, namun efeknya berbeda. Dalam situasi inflasi, konsumen tanpa sadar menjadi “miskin.”

Hal ini terjadi ketika pendapatan tetap sama, namun harga barang dan jasa meningkat.

Contohnya, jika gaji Anda Rp3 juta per bulan, tapi harga barang-barang kebutuhan naik, maka daya beli Anda menurun.

Pengeluaran meningkat tanpa diiringi kenaikan pendapatan, sehingga orang semakin sulit untuk menabung atau membelanjakan uang mereka secara efisien.

Namun, deflasi membawa ancaman yang berbeda dan bahkan lebih besar. Ketika harga barang terus turun, hal ini menandakan bahwa daya beli masyarakat melemah.

Produsen harus menurunkan harga agar produk mereka terjual, tetapi jika permintaan tetap rendah, mereka masih akan mengalami kerugian meski harga sudah dipotong.

Akibatnya, perusahaan-perusahaan akan mengambil langkah-langkah efisiensi untuk menekan biaya, yang sering kali berarti pengurangan tenaga kerja atau PHK (Pemutusan Hubungan Kerja).

Dampak Makroekonomi dari Deflasi
Dalam kondisi inflasi, produsen justru mendapatkan keuntungan karena harga jual yang lebih tinggi.

Mereka dapat meningkatkan produksi dan membuka lapangan pekerjaan baru, yang pada akhirnya berkontribusi pada pertumbuhan ekonomi.

Meskipun inflasi membuat konsumen “miskin,” secara makroekonomi hal ini tidak selalu buruk, asalkan pertumbuhan ekonomi terus berlanjut.

Produsen harus menurunkan harga agar produk mereka terjual, tetapi jika permintaan tetap rendah, mereka masih akan mengalami kerugian meski harga sudah dipotong.

Akibatnya, perusahaan-perusahaan akan mengambil langkah-langkah efisiensi untuk menekan biaya, yang sering kali berarti pengurangan tenaga kerja atau PHK (Pemutusan Hubungan Kerja).

Dampak Makroekonomi dari Deflasi
Dalam kondisi inflasi, produsen justru mendapatkan keuntungan karena harga jual yang lebih tinggi.

Mereka dapat meningkatkan produksi dan membuka lapangan pekerjaan baru, yang pada akhirnya berkontribusi pada pertumbuhan ekonomi.

Meskipun inflasi membuat konsumen “miskin,” secara makroekonomi hal ini tidak selalu buruk, asalkan pertumbuhan ekonomi terus berlanjut.

Ketika Situs Angkaraja produsen tidak bisa menjual produknya, perusahaan akan kesulitan bertahan dan mulai merumahkan karyawan. Akibatnya, tingkat pengangguran meningkat, dan daya beli masyarakat semakin turun.

Siklus ini bisa berlanjut, menyebabkan krisis ekonomi yang lebih dalam. Kita bisa bayangkan situasi di mana sebuah pabrik memproduksi barang dalam jumlah besar, tetapi hanya sedikit yang terjual.

Jika ini terjadi terus-menerus, pabrik akan berhenti beroperasi, perusahaan bangkrut, dan para pekerja kehilangan pekerjaan. Dampak negatif dari deflasi ini lebih luas dibandingkan inflasi karena menyentuh langsung stabilitas pekerjaan dan penghasilan.

Menghadapi Bahaya Deflasi
Melihat tren deflasi yang berkelanjutan di Indonesia sejak Mei hingga September 2024, ini bisa menjadi tanda bahwa ekonomi tidak dalam kondisi baik-baik saja. Daya beli masyarakat yang rendah dan penurunan harga barang menandakan adanya masalah struktural dalam perekonomian.

Salah satu kemungkinan penyebabnya adalah masyarakat yang menahan pengeluaran mereka karena ketidakpastian ekonomi, atau mungkin karena pendapatan yang tidak mencukupi untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari.

Bagi produsen, situasi ini bisa menjadi bencana. Misalkan Anda adalah seorang produsen yang memproduksi 1000 unit barang, tetapi hanya mampu menjual 600 unit, bahkan setelah menurunkan harga.

Kerugian terus menumpuk, dan jika kondisi ini berlanjut, Anda mungkin harus menghentikan produksi atau gulung tikar.

Menghadapi Deflasi: Apa yang Harus Dilakukan?

Dalam menghadapi kondisi ekonomi seperti inflasi atau deflasi, kita sebagai individu harus bijak dalam mengelola keuangan. Beberapa langkah yang dapat kita ambil untuk menghadapi situasi ini antara lain:

Hidup Hemat dan Bijak dalam Pengeluaran
Baik dalam kondisi inflasi maupun deflasi, kita harus memastikan pengeluaran kita sesuai dengan kebutuhan dan tidak berlebihan. Pengelolaan keuangan yang baik adalah kunci untuk tetap bertahan di tengah gejolak ekonomi.

Investasi dan Menabung
Selain menabung, kita juga harus mencari peluang investasi untuk melindungi nilai uang kita dari inflasi. Dalam jangka panjang, investasi dapat memberikan keuntungan dan melindungi kekayaan dari dampak inflasi yang terus-menerus.

Siapkan Dana Darurat
Dalam situasi deflasi, ada potensi besar terjadinya pemutusan hubungan kerja (PHK). Oleh karena itu, kita perlu memiliki dana darurat yang cukup untuk bertahan hidup selama beberapa bulan jika kita kehilangan pekerjaan.

Tingkatkan Produktivitas dan Keterampilan
Meningkatkan produktivitas dan memperbarui keterampilan kerja kita akan membantu kita tetap relevan di pasar tenaga kerja. Dengan begitu, kita bisa bertahan dalam kondisi ekonomi yang tidak pasti, dan lebih mudah mendapatkan pekerjaan jika sewaktu-waktu terjadi PHK.

Kesimpulan
Fenomena deflasi yang terjadi di Indonesia dalam lima bulan terakhir adalah sinyal bahwa ekonomi sedang mengalami masalah.

Meskipun penurunan harga mungkin terlihat menguntungkan bagi konsumen, bahaya tersembunyi di baliknya, seperti penurunan produksi, PHK, dan krisis ekonomi, bisa berdampak sangat buruk.

Oleh karena itu, penting bagi kita untuk waspada dan mempersiapkan diri menghadapi segala kemungkinan, termasuk dengan mengelola keuangan secara bijak dan menjaga produktivitas.

Dengan langkah-langkah yang tepat, kita bisa mengurangi dampak buruk deflasi dan berharap bahwa perekonomian Indonesia akan segera pulih dan kembali stabil.