Mungkinkah Kita Wujudkan Pilkada Hijau di Negara Berkembang?
Dalam dunia politik modern, urgensi untuk mengadopsi kebijakan ramah lingkungan semakin mendesak. Namun, tantangan untuk mengintegrasikan agenda hijau dalam Pilkada di negara berkembang, termasuk Indonesia, sangatlah kompleks.
Salah satu alasan utamanya adalah konflik prioritas antara kebutuhan ekonomi dan pelestarian lingkungan. Pertanyaan yang muncul kemudian adalah: mungkinkah kita benar-benar dapat mewujudkan Pilkada Hijau di negara berkembang?
Tantangan dan Harapan Pilkada Hijau di Negara Berkembang
Pilkada Hijau, atau pemilu yang memasukkan isu lingkungan sebagai agenda utama, adalah konsep yang menarik. Di negara-negara maju, kesadaran publik tentang pentingnya menjaga lingkungan hidup sudah tertanam dengan baik.
Namun, di negara berkembang, seperti Indonesia, isu lingkungan sering kali dianggap sebagai sesuatu yang elitis.
Bagi sebagian besar penduduk yang masih hidup di bawah garis kemiskinan, menjaga keberlanjutan lingkungan bukanlah prioritas utama mereka; yang lebih penting bagi mereka adalah bagaimana bisa bertahan hidup dari hari ke hari.
Realitas Cvtogel ini menjadi tantangan utama untuk mengangkat agenda hijau dalam Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) atau pemilu nasional.
Banyak kandidat politik yang cenderung menghindari mengangkat isu lingkungan karena khawatir tidak akan mendapatkan simpati dari mayoritas pemilih yang lebih peduli pada masalah ekonomi ketimbang perubahan iklim atau deforestasi.
Willem Pattisarany, Direktur Indonesian Working Group on Forest Finance (IWGFF), menyatakan bahwa “tantangan terbesar dalam mewujudkan pemilu hijau adalah menjadikan isu lingkungan hidup sebagai sesuatu yang relevan bagi seluruh lapisan masyarakat”.
Mengubah Paradigma, Lingkungan Sebagai Isu Kesejahteraan
Meski begitu, kita tidak boleh menganggap mustahil untuk menghadirkan kampanye hijau dalam konteks pemilu di negara berkembang.
Salah satu cara untuk mewujudkannya adalah dengan mengubah cara kita mengomunikasikan isu lingkungan kepada masyarakat luas. Sebaliknya, isu-isu lingkungan harus dikaitkan langsung dengan kesejahteraan ekonomi rakyat.
Kebijakan lingkungan yang efektif, pada dasarnya, dapat meningkatkan kualitas hidup masyarakat, terutama dalam jangka panjang. Misalnya, masalah polusi udara dan air yang sering kali diabaikan sebenarnya memiliki dampak langsung pada kesehatan publik.
Dengan mengangkat isu ini, calon kepala daerah bisa menunjukkan bagaimana kebijakan ramah lingkungan dapat menciptakan lingkungan yang lebih sehat dan berpotensi mengurangi biaya kesehatan masyarakat.
Selain itu, program seperti rehabilitasi hutan, pengelolaan sampah yang lebih baik, dan investasi dalam energi terbarukan juga dapat membuka lapangan kerja baru di berbagai daerah.
Yusfitriadi, Ketua Visi Nusantara Maju, menggarisbawahi pentingnya pemahaman para kandidat kepala daerah akan konsep “Demokrasi Hijau”.
Dalam pemilu 2024, ia menyerukan para calon untuk menempatkan keseimbangan antara pembangunan ekonomi dan pelestarian lingkungan sebagai pilar utama kampanye mereka.
Isu Lingkungan dan Populisme di Negara Berkembang
Namun, menghadirkan pemilu hijau di negara berkembang tidak lepas dari tantangan populisme.
Dalam banyak kasus, janji populis yang sering kali bersifat jangka pendek lebih menarik bagi pemilih dibandingkan dengan kebijakan-kebijakan berkelanjutan yang mungkin baru terlihat dampaknya dalam jangka panjang.
Para politisi populis cenderung mengabaikan isu lingkungan, karena isu tersebut sering kali dianggap kurang “menggigit” dalam hal suara elektoral.
Untuk mengatasi tantangan ini, diperlukan sinergi antara pemerintah, organisasi non-pemerintah, dan media. Media memainkan peran penting dalam mengedukasi masyarakat tentang pentingnya pelestarian lingkungan.
Komunitas-komunitas lokal juga harus diberdayakan agar mereka melihat isu lingkungan tidak sebagai sesuatu yang asing atau jauh dari kehidupan mereka, tetapi sebagai bagian integral dari kesejahteraan mereka sehari-hari.
Sebagai contoh, kampanye anti-deforestasi bisa difokuskan pada manfaat langsung, seperti mencegah banjir dan tanah longsor yang sering menghantam daerah pedesaan.
Solusi dan Rekomendasi Kebijakan
Dalam rangka mengintegrasikan isu lingkungan ke dalam pemilu, beberapa rekomendasi kebijakan yang bisa diambil antara lain:
1. Pendidikan Lingkungan di Semua Tingkat Pemilih: Pemerintah dan masyarakat sipil perlu bersama-sama mengadakan program pendidikan lingkungan di tingkat desa hingga kota.
Tujuannya adalah membentuk pemahaman bahwa masalah lingkungan berkaitan erat dengan kesejahteraan ekonomi dan sosial masyarakat.
2. Subsidi untuk Inisiatif Hijau: Pemerintah perlu memberikan insentif bagi perusahaan dan individu yang terlibat dalam kegiatan ramah lingkungan, seperti penggunaan energi terbarukan atau praktik pertanian berkelanjutan.
Insentif semacam ini bisa menjadi daya tarik bagi kandidat politik untuk mengangkat isu lingkungan dalam kampanye mereka.
3. Penegakan Regulasi Lingkungan yang Tegas: Tanpa penegakan hukum yang konsisten, kebijakan lingkungan hanya akan menjadi janji kosong.
Pemerintah harus berani menindak perusahaan atau individu yang melakukan perusakan lingkungan, baik melalui tindakan hukum maupun sanksi finansial.
4. Mengintegrasikan Isu Lingkungan dengan Kesehatan Publik: Kandidat politik perlu lebih sering mengaitkan isu lingkungan dengan masalah kesehatan publik, seperti kualitas udara, ketersediaan air bersih, dan dampak perubahan iklim terhadap pertanian.
Ini bisa membantu masyarakat melihat bahwa menjaga lingkungan adalah bagian dari menjaga kesehatan mereka sendiri.
5. Partisipasi Aktif Masyarakat: Kebijakan lingkungan yang sukses harus melibatkan masyarakat. Oleh karena itu, penting untuk memberikan ruang bagi komunitas lokal dalam proses pengambilan keputusan terkait kebijakan lingkungan di daerah mereka.
Sebuah Harapan Menuju Pilkada Hijau
Meskipun mewujudkan Pilkada Hijau di negara berkembang tampak seperti tantangan besar, hal ini bukanlah sesuatu yang mustahil.
Dengan komunikasi yang tepat, keterlibatan semua pihak, dan kebijakan yang berpihak pada kesejahteraan lingkungan dan masyarakat, kita bisa melihat perubahan signifikan dalam cara isu lingkungan diperlakukan dalam politik di negara berkembang.
Agenda hijau tidak hanya penting bagi kelestarian alam, tetapi juga bagi masa depan ekonomi dan sosial kita.
Pilkada Hijau mungkin tampak sulit di negara-negara dengan tantangan ekonomi yang besar, namun dengan langkah-langkah strategis dan konsisten, harapan untuk masa depan yang lebih hijau masih tetap ada.
Pada akhirnya, transformasi ini memerlukan komitmen dari seluruh elemen masyarakat, mulai dari pemerintah, kandidat politik, hingga masyarakat luas.
Jika kita benar-benar ingin mewujudkan Pilkada Hijau, langkah pertama yang perlu diambil adalah dengan menyadarkan bahwa isu ini bukan hanya tentang alam, tetapi juga tentang kehidupan kita sehari-hari dan masa depan generasi mendatang.