Tiga pasangan gubernur NTT

Pilgub NTT 2024 dan Tantangan Reformasi Birokrasi

Tata kelola pemerintahan dan mekanisme pelayanan publik adalah salah satu penyuplai bibit unggul maju-mundurnya sebuah pemerintahan. Di Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT), misalnya, tata kelola pemerintahan dan mekanisme pelayanan publik sejatinya belum sepenuhnya terstruktur, terukur, dan menjawab kebutuhan masyarakat. Masih banyak yang harus dibenahi. Penyakit Orde Baru seperti Korupsi-Kolusi-Nepotisme, dagang pengaruh, mekanisme izin yang berbelit-belit, tumpang tindih regulasi, ketidakdisiplinan ASN, dan setumpuk masalah birokrasi lainnya membuat sistem pemerintahan berjalan di tempat. Pemimpin baru wajib mendobrak masalah ini.

Tema terkait Transformasi dan Inovasi Pelayanan Publik menjadi mukadimah tema debat publik perdana pemilihan gubernur (Pilgub) Nusa Tenggara Timur (NTT). Dalam debat perdana, iklim komunikasi politik dari masing-masing pasangan calon (paslon) cukup “friendly.” Tak ada yang saling nyerang. Yang ada justru kebanyakan manggut. Pasangan nomor urut satu Ansy Lema-Jeni Natalie memulai orasi dengan kalimat NTT Bangkit Melejit. Pasangan nomor urut dua Melki Lakalena-Jhoni Asadoma memulai orasinya dengan kalimat NTT Sehat, sedangkan pasangan nomor urut tiga Simon Petrus Kamlasi dan Andreas Garu memulai orasinya dengan kalimat NTT Siaga.

Sejatinya Cvtogel ada tiga kata yang diprioritaskan, yakni “Bangkit, Sehat, dan Siaga.” Tiga kata ini sejatinya mempunyai efek informatif, persuasif, dan elektabilitas. Selain tiga efek ini, patut dicurigai bahwa dalam marketing politik, pola-pola komunikasi (politik) juga kadang memberi efek menghibur (opium) dalam situasi tertentu. Saya meyakini bahwa masing-masing paslon tentunya mendesain retorika mereka pada debat publik perdana dengan maksud untuk memperdalam wawasan calon konstituen terkait sosok pemimpin yang akan dipilih. Retorika di panggung debat bisa dijadikan indikator untuk menilai seberapa luas pengetahuan paslon terkait tema, seberapa kuat komitmen solusi yang akan dihidangkan, dan seberapa besar dapak atau efek yang diberikan untuk menarik simpati pemilih.

Dalam komunikasi politik, ada tiga kata kunci utama yang lazim digunakan untuk mengukur indikator keberhasilan komunikasi. Tiga kata kunci ini, saya perketat menjadi pesan (says what), media (in which channel), dan efek yang diharapakan (effect). Harrold Lasswell sebagai pakar komunikasi politik memang mengikhtiarkan lima elemen (komunikator, pesan, media, komunikan, dan efek). Akan tetapi, dua elemen lainnya ini bisa digunakan dalam kontur elektabilitas politik.

Tema Transformasi dan Inovasi Pelayanan Publik merupakan latar utama model tata kelola pemerintahan dan pelayanan publik saat ini. Pasangan Ansy-Jeni membaca solusi transformasi dan inovasi pelayanan publik menuju NTT Bangkit dengan pesan mujarab, yakni clean governance. Birokrasi yang bersih, transparan, akuntabel, dan profesional menurut Ansy-Jeni merupakan cikal bakal keberhasilan pelayanan publik. Efek yang dihasilkan dari tata kelola pemerintahan yang bersih ini, sejatinya terarah pada pintu yang jelas, yakni kepercayaan publik (public trust). Pasangan ini bahkan membuat komparasi sebuah model pemerintahan bak sebuah korporasi. Pemerintahan yang baik adalah sebuah pemerintahan yang menempatkan rakyat (customer) sebagai raja.

Retorika Ansy-Jeni pun kemudian disubtitusikan ke dalam trias political communication indikator. Pesan yang dibangun dalam model komunikasi paslon Ansy-Jeni adalah menciptakan tata kelola pemerintahan model pelayanan publik yang bersih (dari) KKN, klientisme, dan perdagangan pengaruh. Untuk mewujudkan ini, mekanisme yang digunakan adalah melalui panca program NTT Menyala (NTT Bersih, Sehat, Maju, Pertiwi, dan Terkoneksi). Semua pesan dan media yang dibangun mengarah pada satu efek utama, yakni mendapat kepercayaan publik (public trust). Skema retorika paslon Ansy-Jane di panggung debat publik sudah memberi roadmap informasi dasar terkait tata kelola pemerintahan.

Pasangan Melki-Jhoni membaca solusi transformasi dan inovasi pelayanan publik dengan sebuah visi besar, yakni “NTT Sehat, Cerdas, Maju, dan Sejahtera.” Kata “sehat” yang dihidangkan di kalimat pertama untuk prospek kemajuan NTT merupakan akumulasi dari indikator utama masalah di NTT. Menurut paslon Melki-Jhoni, totalitas pelayanan pemimpin dan penguatan regulasi di tubuh birokrasi mampu menyentuh poin transformasi dan inovasi pelayanan publik di NTT. Media utama yang terus digaungkan pasangan Melki-Jhoni untuk menghubungkan pesan politik adalah koneksi pusat dan keberlanjutan. Pasangan Melki-Jhoni berkeyakinan bahwa tata kelola pemerintahan yang terkoneksi (connection) dari pusat ke daerah (Koalisi KIM-Plus) mampu memberi efek besar pada tata kelola pemerintahan dan pelayanan publik di NTT. Target yang dituju dalam hal ini adalah masyarakat NTT yang sejahtera.

Membaca indikator trias komunikasi politik, pasangan Melki-Jhoni sejatinya bertumpu pada kekuatan koneksi dan sistem koalisi. Pesan politik terkait pelayanan publik, misalnya, diamini pasangan ini dengan mekanisme pelayanan terpadu dimana tunel-tunel koneksi yang telah dibangun di pusat dan lintas koalisi partai mampu mempercepat, mempermudah, dan memenuhi tuntutan yang diharapkan. Media utama yang digunakan pasangan Melki-Jhoni sejatinya bertumpu pada jaringan (connectivity) dan keberlanjutan. Tunel pengubung yang yang dibangun dan dijaga Melki-Jhoni diyakini mampu memperkuat tantangan terkait tata kelola pemerintahan dan pelayanan publik di NTT. Semua kekuatan koneksi dan pesan yang digagas pasangan Melki-Jhoni terarah pada satu pintu yang saat ini tengah dicita-citakan oleh seluruh masyarakat NTT, yakni kesejahteraan.

Di poros ketiga, pasangan Simon-Andreas tentu tak kalah apik dalam menata retorika pada sesi debat perdana Pigub NTT. Kata “siaga” yang dihidangkan di awal orasi panggung debat publik merupakan akumulasi dari seluruh kekuatan paslon dalam menata NTT. Terkait solusi transformasi dan inovasi pelayanan publik, pasangan Simon-Andreas memberi penekanan pada poin siaga hukum dan siaga tata kelola. Siaga hukum, menurut pasangan Simon-Andreas berarti bagaimana menciptakan pemerintahan yang bersih dari KKN dan membangun kerja sama yang baik di lini Aparatur Sipil Negara (ASN). Mekanisme siaga hukum dan tata kelola ini dijalankan melalui delapan aksi (Nawa Aksi). Kedepalan aksi ini menurut pasangan Simon-Andreas tertuju pada goal utama mereka, yakni mewujudkan masyarakat bermartabat (mandiri, adil, dan maju).

Membaca indikator komunikasi politik poros ketiga, pasangan Simon-Andreas mengemas pesan politik terkait transformasi dan inovasi pelayanan publik dalam komitmen siaga hukum dan tata kelola. Pasangan siaga memang serius membuat postur birokrasi NTT terlepas dari belenggu KKN dan membuka ruang kerja sama dengan ASN. Pasangan Simon-Andreas menggotong pesan integritas ASN dan supremasi hukum dengan Nawa Aksi yang menjadi program utama pasangan. Efek yang diharapkan dari pesan dan media yang digunakan sejatinya terarah pada komitmen mereka untuk mewujudkan masyarakat NTT yang bermartabat.

Terkait tata kelola pemerintahan dan pelayanan publik, pasangan Ansy-Jeni sejatinya berkomitmen untuk bersih-bersih tubuh birokrasi NTT dari penyakit KKN, dagang pengaruh, dan klientisme. Sedangkan, pasangan Melki-Jhoni berupaya menerapkan metode pelayanan prima di tubuh birokrasi NTT sambil berupaya merampingkan regulasi birokrasi dengan kekuatan jaringan (connectivity) pusat-daerah. Sedangkan pasangan Simon-Andreas, dengan kekuatan nawa siaga berupaya melakukan upaya bersih-bersih tubuh birokrasi dari KKN dan menjalin kerja sama dengan semua ASN di NTT. Tiga pasangan menawarkan solusi masing-masing terkait transformasi dan inovasi pelayanan publik di NTT. Sekarang tinggal kita sebagai pemilih yang bisa jeli melihat mana yang benar-benar berkomitmen menjadi pelayan untuk masyarakat NTT.